Rabu, 26 Maret 2014

Sejarah Gendang

sejarah gendang

Kendang, kendhang, atau gendang adalah salah satu alat musik dalam gamelan jawa yang berfungsi mengatur irama dan termasuk dalam kelompok “membranofon” yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya.
Menurut bukti sejarah, kelompok membranofon telah populer di Jawa sejak pertengahan abad ke-9 Masehi dengan nama: padahi, pataha (padaha), murawaatau muraba, mrdangga, mrdala, muraja, panawa, kahala, damaru, kendang. Istilah ‘padahi’ tertua dapat dijumpai pada prasasti Kuburan Candi yang berangka tahun 821 Masehi (Goris, 1930). Seperti yang tertulis pada kitab Nagarakrtagama gubahan Mpu Prapanca tahun 1365 Masehi (Pigeaud, 1960), istilah tersebut terus digunakan sampai dengan jaman Majapahit.
Penyebutan kendang dengan berbagai nama menunjukkan adanya berbagai macam bentuk, ukuran serta bahan yang digunakan, antara lain : kendang berukuran kecil, yang pada arca dilukiskan sedang dipegang oleh dewa , kendang ini disebut “damaru“. Bukti keberadaaan dan keanekaragaman kendang, dapat dilihat pada relief candi-candi sebagai berikut :
• Candi Borobudur (awal abad ke-9 Masehi), dilukiskan bermacam- macam bentuk kendang seperti bentuk : silindris langsing, bentuk tong asimetris, bentuk kerucut (Haryono, 1985; 1986).
• Candi Siwa di Prambanan (pertengahan abad ke-9 Masehi), pada pagar langkan candi, kendang ditempatkan di bawah perut dengan menggunakan semacam tali.
• Candi Tegawangi, candi masa klasik muda (periode Jawa Timur), sekitar abad 14), dijumpai relief seseorang membawa kendang bentuk silindris dengan tali yang dikalungkan pada kedua bahu.
• Candi Panataran, candi masa klasik muda (periode Jawa Timur), sekitar abad 14, relief kendang digambarkan hanya menggunakan selaput satu sisi dan ditabuh dengan menggunakan pemukul berujung bulat. Jaap Kunst (1968:35-36) menyebut instrumen musik ini ‘dogdog‘, Ada hal yang menarik mengenai asal muasal kendang ini, yaitu adanyakesamaan penyebutan dari sumber tertulis Jawa Kuno dengan sumber tertulis di India. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi kontak budaya antara keduanya, termasuk dalam dalam bidang seni pertunjukan.
Namun, tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa kendang Jawa adalah pengaruh kendang India. Karena instrumen musik jenis membranofon ini diperkirakan telah ada sebelum adanya kontak budaya dengan India, yang digunakan pada acara-acara ritual. Pada jaman kebudayaan logam prasejarah di Indonesia (kebudayaan perunggu) telah dikenal adanya “moko” dan “nekara”. Nekara pada zamannya berfungsi sebagai semacam genderang.

Yang pertamakali menemukan kendang
Bagaimana kisah lahirnya kendang/drum? Manusia di peradaban awal memiliki kebiasaan memukul-mukul benda sekitarnya untuk mengekspresikan kegembiraan, misalnya saat berhasil menangkap binatang buruan.
Dalam ekskavasi di berbagai wilayah di dunia ditemukan kendang/drum tertua dari masa neolitikum. Misalnya, yang di Moravia diduga dari tahun 6000 SM. Bentuknya amat sederhana berupa sepotong batang kayu berongga yang ujungnya ditutup kulit reptil atau ikan. Alat itu dibunyikan dengan cara ditepuk.
Pada masa peradaban berikutnya, muncul kendang/drum kayu dengan kulit binatang. Stik pukul pun mulai dipakai. Ini ditunjukkan oleh artefak dari Mesir kuno (4000 SM).
Tahun 3000 SM dikenal frame drum raksasa di kalangan bangsa Sumeria kuno dan Mesopotamia. Selanjutnya, drum “menggelinding” ke Afrika dan Yunani sekitar tahun 2000 SM. Drum serupa jam pasir tampak pada relief Bharhut, relief candi India tertua, dari abad 2 SM. Pada masa bersamaan drum muncul di Romawi. Bahakan Romawilah yang pertama kali menggunakan drum sebagai pengobar semangat pasukan perang.
Tahun 600-an Persia mengenal genderang pendek dari tanah liat. Lalu genderang itu mulai dibuat dari logam, terkadang kayu. Genderang itu pun menyebar ke Eropa, Afrika, dan Asia. Karena dibuat dari tembaga dan berbentuk ketel sup, namanya pun jadi kettle drum atau timpani.
Abad XIII timpani menunjukkan peran penting dalam musik Eropa. Karena bunyi gemuruhnya bak geledek, sekitar dua abad kemudian bangsa Inggris juga memanfaatkan timpani di bidang ketentaraan. Gunanya sebagai penanda waktu, aba-aba serangan, dan membuat musuh grogi.
Saat menjelajah dunia tahun 1500 bangsa Eropa membawa drum ke Amerika. Maka, cara pakai bangsa Inggris pun menyebar. Tak ayal tahun 1800-an pasukan militer di berbagai negara mulai mempelajari dan menggunakan drum dalam pasukan. Malah ada terobosan baru berupa parade musik pasukan drum band tahun 1813 di Rusia. Itulah salah satu tonggak munculnya drum band.
Keinginan memperkaya musik drum sudah ada sejak 1550. Namun, baru tahun 1935 para pencinta musik di AS mewujudkannya. Drum pun tak lagi muncul tunggal. Seperangkat drum biasanya terdiri atas genderang bas, genderang senar, genderang tenor, dan simbal. Malah tahun 1970-an muncul drum listrik, yang kualitas bunyinya tak beda dengan gendang, timpani, atau drum akustik.
Jenis instrumen membranofon lainnya adalah ‘bedug‘ dan ‘trebang‘. Istilah ‘bedug‘ dijumpai pada kitab yang lebih muda yakni Kidung Malat. Dalam Kakawin Hariwangsa, Ghatotkacasraya, dan Kidung Harsawijaya instrumen sejenis disebut dengan istilah “tipakan”. Selain itu ada istilah ‘tabang-tabang‘ dalam kitab Ghatotkacasraya dan kitab Sumanasantaka yang kemungkinan berkembang menjadi istilah ‘tribang‘.
Jika data ini benar, berarti yang sebut “trebang” maupun “bedhug” bukanlah instrumen musik yang muncul setelah masuknya kebudayaan Islam, melainkan telah ada sejak abad ke-12 M (Zoetmulder, 1983:317-395).

Jika dilihat dari ukurannya, kendang di bagi menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Kendang berukuran kecil, jenis ini disebut sebagai “ketipung”.
2. Kendang berukuran sedang, disebut sebagai kendang “ciblon” atau “kebar”.
3. Kendang berukuran besar, kendang jenis ini merupakan pasangan ketipung, yang dinamakan kendang gedhe, atau biasa disebut sebagai “kendang kalih”. Kendang ini biasanya dimainkan pada lagu atau gendhing yang berkarakter halus seperti : ketawang, gendhing kethuk kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan lagu jenis lancaran, ladrang irama tanggung.
4. Khusus untuk wayangan ada satu lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang, dimainkan hanya dengan menggunakan tangan, tanpa alat bantu lainnya. Ditangan para pemain gamelan professional yang sudah cukup lama menyelami budaya jawa, kendang adalah alat musik yang dimainkan dengan menggunakan naluri. Oleh sebab itu, selalu ada perbedaan nuansa, bunyi, tergantung kepada orang yang memainkannya.
Cara pembuatan
Pembuatan gendang sebenarnya tidaklah sulit, hanyalah dengan melubangi bagian kayu menggunakan peralatan tradisional sehingga membentuk dan menghiasi gendang. Cara tersebut cukup menguras tenaga karena harus menghaluskan bahan baku agar suaranya bisa bagus.
Pilih pohon dengan lingkaran kayu yang besar kemudian di potong 30/35-45cm
Kayu dilubangi dengan pahat hingga tipis
Pada bagian muka tempat menempel kulit dibuat agak tipis kira-kira setebal ibu jari
Pada bagian belakan dibuat agak tebal dan diberi lingkaran setebal sentengah jari atau 2 jari
Cara memainkan Gendang
Cara memainkan gendang dengan dipukul, baik dengan tangan saja atau dengan alat pemukul gendang. Gendang mempunyai banyak fungsi, di antaranya sebagai pengiring tarian atau pencak silat, pembawa tempo atau penegasan dinamik sebuah orkes, atau sering juga hanya sebagai pelengkap untuk lebih meramaikan suasana.
Gendang biasanya dipakai untuk mengiringi permainan gitar dambus, campak, atau bedaek. Gendang juga dipakai untuk mengiringi arak-arakan penganten, upacara menyambut tamu, dan lain-lain. Keberadaan gendang dalam sejarah musik Melayu sudah lama ada seiring dengan perkembangan musik Melayu
.
Cara Pembuatan
Pada zaman dahulu, sewaktu menebang hutan/ membuka Ume, masyarakat memilih kayu untuk dibuat gendang. Adapun kayu yang dipakai biasanya adalah kayu kenanga hutan. Namun pada masa sekarang kayu kenanga hutan sudah sulit ditemukan, maka masyarakat banyak menggunakan kayu Cempedak ataupun kayu lain yang dianggap kuat dan dapat mengeluarkan suara yang bagus.
Adapun untuk membuat gendang, dipilih pohon dengan lingkaran kayu yang besar, kemudian dipotong + 30/35-45 cm. Kayu tersebut dilubangi dengan pahat sehingga tipis, pada bagian muka tempat menempel kulit, dibuat agak tipis + setebal ibu jari. Pada bagian belakang dibuat tebal dan diberi lingkaran setebal + 1½ jari atau 2 jari. Gunanya untuk menahan suara agar bergema di dalam lalu keluar suara yang bulat. Sehingga gemanya kedengaran dari kejauhan.
Jenis-Jenis Gendang
Jenis- jenis gendang antara lain :
1. Gendang Biasa
Ada yang menyebutnya gendang tiong atau gendang campak. Gendang ini memiliki Tawangan (Silinder tabung) yang panjang, bervariasi antara 20 40 cm. Sementara garis tengah dalamnya disesuaikan dengan panjang tawangan. Bentuk tawangan lurus, yaitu bagian ujung sama besarnya dengan pangkalnya. Disalah satu ujung tawangan dipasang membran dari kulit kambing.
Untuk mendapatkan suara bass biasanya orang menggunakan kulit sapi dan dipasang pada tawangan yang lebih besar. Membran gendang ini tidak dipasang permanen, melainkan diikat dengan rotan sedemikian rupa sehingga dapat dikencangkan atau dikendorkan sesuai dengan keinginan. Gendang ini dipakai dalam musik campuran, misalnya : Betiong, musik campak, bekubang atau bepesen dengan jumlah gendang disesuaikan dengan keperluannya. Dipukul dengan tangan kosong atau memakai pemukul dari rotan/kayu.
2. Gendang Hadrah
Gendang ini mempunyai tawangan berukuran antara 15-30 cm. Membrannya memakai kulit kambing yang dipaku secara permanen pada tawangan. Disekeliling lingkaran tawangan terdapat tiga lubang untuk memasang giring-giring dari logam. Seperangkat gendang ini dapat dimainkan apabila ada minimal 3 buah gendang dengan nada suara yang berbeda, dimainkan dengan memukul membran menggunakan tangan kosong. Dipakai pada acara arak-arakan penganten, upacara menyambut tamu, dan lain-lain.

0 komentar:

Posting Komentar